PROSES
PENCERNAAN
1Adilah
Shofwati Hafilah (1152060001)2Deri Nugraha (1152060013)3Depi
Sapitri (1152060014)4Diana Fitri (1152060017)5Enita
Yulianti (1152060026)
Semester V / A
Prodi Pendidikan
Biologi Jurusan Pendidikan MIPA
Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sunan Gunung
Djati
Bandung
2017
ABSTRAK
Kata kunci: enzim, pencernaan, karbohidrat
PENDAHULUAN
Enzim
adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis
(senyawa yang mempercepat proses reaksi) dalam suatu reaksi kimia. Sebagian
besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat
bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan
struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap (Campbell, 1995 : 55).
Sistem
pencernaan pada hewan umumnya sama dengana manusia, yaitu terdiri atas mulut,
faring, esophagus, lambung dan usus. Namun demikian struktur alat pencernaan
berbeda-beda falam berbagai ejnis hewan, terganbtung pada tinggi rendahnya
tingkat orgnaosasi sel hewan tersebut serta jenis makanannya. Pada hewan
invertebrata alat pencernaan alat pencernaan makanan umumnya masih sederhana,
dilakukan secara fogositosis dan secara intrasel, sedangkan pada hewan
vertebrata sudah memiliki alat pencernaan yang sempurna yang dilakukan secara
ekstrasel. Bagian-bagian utamanya terdiri dari mulut, hulu kerongkongan,
lambung, usus kecil, dan usus besar (Guyton, 1995:85).
Secara
umum, dalam mulut makanan dihancurkan secara mekanis oleh gigi dengan jalan
dukunyah. Makanan yang dimakan dalam besar di ubah menjadi ukuran lebih kecil.
Selama penghancuran selama mekanis berlangsung, kelenjar yang ada di sekitar
mulut mengeluarkan cairan yang disebut saliva atau ludah. Ada tiga kelenjar
yang mengeluarkan saliva yaitu kelenjar parotid , kelenjar submandibular, dan
kelenjar sublingual. Di dalam saliva terdapat enzim saliva yaitu suatu enzim
amilase yang berfungsi untuk memecah molekul amilum menjadi maltose dengan
proses hidrolisis. Proses ini berjalan lebih baik apabila makanan dikunyah
lebih halus. Enzim ptyalin bekerja secara optimal pada Ph 6,6. Selain itu,
saliva juga berfungsi untuk membasahi makanan sehingga dapat memepermudah
proses manelan makanan (Poedjiadi, 2006:77).
Liur
juga mengandung enzim amilase dan lipase. Amilase akan memecah pati dan
glikogen menadi maltosa dan oligosakarida, sedangkan enzim lipase liur pada
manusia kurang mempunyai peran pada proses pencernaan. Selain mengandung enzim
ptialin, air liur juga mengandung senyawa penyangga derajat keasaman (bufer)
yang berguna untuk memecah terjadinya penurunan pH agar proses pencernaan dapat
berjalan normal (Isnaeni, 2006: 111).
Enzim
amilase merupakan salah satu enzim pencernaan yang berasal dari getah pancreas.
Enzim amilase juga terdapat di dalam duodenum, namun sumbernya berasal dari
pancreas , duodenum merupakan muara dari getah pankreas. Enzim ini berfungsi
untuk mendegradasi karbohidrat (pati) menjadi monosakarida dalam proses
metabolisme tubuh dan penghasil energy dalam bentu ATP. Penurunan aktivitas
enzim pada diet tinggi serat pangan di duga disebabkan karena adanya pengikat
(interaksi) oleh serat pangan. Akan tetapi mekanismenya tidak sama seperti
halnya inhibitor, di duga serat pangan hanya berinteraksi dengan nzim,
sedangkan enzim tersebut tetap aktif, namun aktivitasnya menurun
(Mahardikaningrum dan Leny, 2012: 101).
Aktivitas
enzim sangat terpengaruh oleh keadaan suhu dan pH tertentu dan aktivitasnya
berkurang dalam keadaan di bawah atau di atas titik tersebut. Enzim pepsin
pencerna protein bekerja paling efektif pada pH 1-2, sedangkan enzim
proteolitik lainnya, tripsin pada pH tersebut pada pH tersebut menjaadi tidak
aktif, tetapi sangatbefektif pada pH 8. Di dalam fungsi enzim peranan dari daya
yang lemah seperti ikatan hydrogen dan ikatan ion dalam pembentukan struktur
tersier, kita dapat mengerti mengapa enzim itu begitu peka terhadap suhu dan
pH. Ikatan hidrogen mudah rusak dengan menaikan suhu. Hal ini selanjutnya akan
merusak bagian-bagian dari struktur tersier enzim yang esensial untuk mengikat
substrat. Perubahan pH, mengubah keadaan ionisasi dari asam amino yang
bermuatan (yaitu asam aspartiat). Yang dapat mempunyai peranan penting dalam
pengikat substrat dan proses katalitik. Tanpa gugus-COOH dari Glu-35 yang Tidak
terion dan gugus COO- dari
ASP-52 yang terion, proses katalitik dari lisozim akan terhenti (Kimball, 1988:
98).
Enzim
bekerja pada substrat tertentu, memerlukan suhu tertentu dan keasaman (pH)
tertentu pula. Suatu enzim tidak dapat bekerja pada substrat lain. Molekul
enzim juga akan rusak oleh suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Demikian pula enzim yang bekerja pada keadaan asam tidak akan bekerja pada
suasana basa dan sebaliknya (Almatsier, 2003 :77).
Amilase
saliva adalah enzim yang terdapat dalam air ludah. Enzim ini bekerja pada pati
dan dekstrin dan mengubahnya menjadi maltose, dengan hasil antara amilo
dekstrin, eritrodekstrin, dan aktrodekstrin. Sekitar 1500 air liur di sekresikan
per hari. PH saliva saat kelenjar istirahat sedikit lebih rendahn dari 7,0,
tetapi selama sekresi aktif, pH nya mencapai 8,0. Air liur mengandung dua enzim
pencernaan, yaitu lipase lingual yang disekresikan oleh kelenjar di lidah, dan saliva, yang disekresikan oleh
kelenjar-kelenjar saliva. Saliva juga mengandung musin, yaitu glikoprotein
yang melumasi makanan, mengikat bakteri,
dan melindungi mukosa mulut.
Pencernaan
makanan secara kimiawi terjadi dengan bantuan zat kimia tertentu. Enzim
pencernaan merupakan zat kimia yang berfungsi memecahkan molekul bahan makanan
yang kompleks dan besar menjadi molekul yang lebih sederhana dan kecil. Molekul
yang sederhana ini memungkinkan darah dan carian getah bening (limfe)
mengangkut ke seluruh sel yang membutuhkan.
Proses pencernaan sangat terkait dengan kerja
enzim-enzim pencernaan, aktivitas enzim sangat terpengaruh oleh keadaan suhu
dan pH tertentu dan aktivitasnya berkurang dalam keadaan dibawah atau diatas
titik tersebut. Enzim pepsin pencerna protein bekerja paling efektif pada pH
1-2, sedangkan enzim proteolitik lainnya, tripsin, pada pH tersebut menjadi
tidak aktif, tetapi sangat aktif pada pH 8. Oleh karena itu pada praktikum ini
kita akan mengetahui bagaimana cara kerja enzim pada proses pencernaan di dalam
mulut dan bagaimana pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim.
TUJUAN
Mengetahui
kerja enzim-enzim pada proses pencernaan di dalam perut.
METODE
Pada hari Rabu tanggal
02 Oktober pukul 10:00 sampai dengan 12:00 telah dilaksanakan Praktikum
Fisiologi Hewan “Proses Pencernaan” yang bertempat di Laboratorium Pendidikan
Biologi Dasar lantai 3 Kampus I UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Alat yang digunakan
pada praktikum kali ini yaitu 4 buah tabung reaksi, 1 rakta bung reaksi, 1 buah
pencapittabung reaksi, 1 buah gelas kimia, 2 buah pipet, 1 buah gelas ukur, 1
buah kawat kasa, 1 buah kaki tiga, 1 buah bunsen, mortar dan alu porselin,
corong, batang pengaaduk kaca dan 1 buah
pelat tetes.
Sedangkan untuk bahan
yang digunakan yaitu 42 buah label, kue cracker asin dan manis, 2 sendok gula, 3 sendok maizena, kertas saring, 144 tetes
iodin, 8 tetes benedict, 40 tetes saliva dan 1 gelas air.
Untuk kegiatan pertama,
larutkan gula dalam air sampai larut. Tambahkan 3 sendok maizena sampai rata.
Saringlah larutan dengan kertas saring. Tetesi air yang sudah disaring dan yang
belum disaring masing-masing dengan lugol 5 tetes. Amati perubahan warna yang
terjadi.
Untuk kegiatan kedua, ambil kue crecker,
sebagian di kunyah san sebagian lagi ditumbuk. Simpanlah hasil kunyahan dan
hasi; tumbukkan pada tatakan batu dan beri label sesuai waktu mengunyah dan
waktu tumbukkan berlangsung. Tetesi masing-masing bahan dengan lugol.
Masing-masing 5 tetes.amati perubahan warna yang terjadi.
HASIL
PENGAMATAN
No.
|
Waktu
|
Uji
|
Reaksi
|
Keterangan
|
1
|
30 detik
|
Dikunyah
|
Hitam
|
Crecker Asin
|
2
|
1 menit
|
Dikunyah
|
Coklat kehitaman
|
Crecker Asin
|
3
|
2 menit
|
Dikunyah
|
Coklat kehitaman
|
Crecker Asin
|
4
|
3 menit
|
Dikunyah
|
Coklat kehitaman
|
Crecker Asin
|
5
|
5 menit
|
Dikunyah
|
Coklat kehitaman
|
Crecker Asin
|
6
|
10 menit
|
Dikunyah
|
Coklat kehitaman
|
Crecker Asin
|
7
|
30 detik
|
Ditumbuk
|
Hitam
|
Crecker Asin
|
8
|
1 menit
|
Ditumbuk
|
Hitam
|
Crecker Asin
|
9
|
2 menit
|
Ditumbuk
|
Hitam
|
Crecker Asin
|
10
|
3 menit
|
Ditumbuk
|
Hitam
|
Crecker Asin
|
11
|
5 menit
|
Ditumbuk
|
Hitam
|
Crecker Asin
|
12
|
10 menit
|
Ditumbuk
|
Hitam
|
Crecker Asin
|
13
|
30 detik
|
Dikunyah
|
Coklat kehitaman
|
Crecker Manis
|
14
|
1 menit
|
Dikunyah
|
Coklat kehitaman
|
Crecker Manis
|
15
|
2 menit
|
Dikunyah
|
Coklat kehitaman
|
Crecker Manis
|
16
|
3 menit
|
Dikunyah
|
Coklat kehitaman
|
Crecker Manis
|
17
|
5 menit
|
Dikunyah
|
Coklat kehitaman
|
Crecker Manis
|
18
|
10 menit
|
Dikunyah
|
Coklat kehitaman
|
Crecker Manis
|
19
|
30 detik
|
Ditumbuk
|
Hitam
|
Crecker Manis
|
20
|
1 menit
|
Ditumbuk
|
Hitam
|
Crecker Manis
|
21
|
2 menit
|
Ditumbuk
|
Hitam
|
Crecker Manis
|
22
|
3 menit
|
Ditumbuk
|
Hitam
|
Crecker Manis
|
23
|
5 menit
|
Ditumbuk
|
Hitam
|
Crecker Manis
|
24
|
10 menit
|
Ditumbuk
|
Hitam
|
Crecker Manis
|
Tabel 1. Kerja Enzim pada Proses Pencernaan di Mulut
Pada praktikum kali ini yang
dilakukan yaitu dengan menggunakan cracker yang ditumbuk dan yang dikunyah,
keduanya di tetesi iodin, pada crackers yang ditumbuk disimpan di dalam pelat
tetes selama 30 menit, hasilnya menghasilkan warna hitam pekat karena tidak ada
enzim di dalamnya. Pada crekers yang dikunyah menggunakan interval waktu
30 detik, 1 menit, 2 menit, 3 menit, 5 menit, dan 10 menit, mengalami perubahan
warna dan intensitas yang berbeda-beda, dimulai ungu pekat, ungu kehitaman,
ungu, dikarenakan enzim amilase yang bekerja di mulut, terjadi perubahan warna
tiap waktu yang ditentukan. Pada mulut juga terjadi
prosespemecahan karbohidrat menjadi glukosa yang di bantu oleh enzim
amilase.Berdasarkan literatur, enzim ptialin dalam saliva merupakan suatu enzim
amilase yang berfungsi memecah molekul amilum menjadi maltosa dengan proses
hidrolisis, dan proses ini akan berjalan lebih baik jika makanan dikunyah lebih
halus (Poedjiadi, Anna: 1994).Untuk pengunyahan dengan interval waktu
mulai dari 30 detik, 1 menit dan 2 menit warna yang terbentuk adalah dari ungu
pekat sampai ungu muda. Hal ini dikarenakan cracker hanya berada sebentar
sekali didalam mulut sehingga penguraian amilum menjadi disakarida juga
sedikit (Goenarso, Darmadi: 2005).
Sedangkan untuk
pengunyahan dengan interval waktu 3 menit, 5 menit dan 10 menit menunjukan
perubahan warna yang relatif sama, yaitu putih tulang. Hal tersebut terjadi
disebabkan karena pada menit-menit tersebut larutan iod dan enzim amilase
bereaksi, sehingga terjadi perubahan warna pada cracker yang di kunyah dan
amilase merubah atau menghidrolisis pati atau amilum menjadi bentuk karbohidrat
lebih sederhana, yaitu dekstrin, dan apabila berada dimulut cukup lama maka
sebagian akan diubah menjadi disakarida maltosa. (Almatsier, Sunita: 2009).
No.
|
Suhu
|
5 ml Larutan
Amilum + Iodin tidak disaring
|
5 ml Larutan Amilum
+ Iodin disaring
|
5 ml Larutan
Amilum + Benedict disaring
|
5 ml Larutan
Amilum + Benedict tidak disaring
|
||||
Sebelum
|
Sesudah
|
Sebelum
|
Sesudah
|
Sebelum
|
Sesudah
|
Sebelum
|
Sesudah
|
||
1
|
5oC
|
Warna ungu kehitaman
|
Warna menjadi bening
|
Warna ungu muda
|
Warna putih
|
Warna biru muda
|
Warna menjadi bening
|
Warna biru muda
|
Warna putih
|
2
|
15oC
|
Warna ungu tua
|
Warna bening dengan endapan ungu
|
Warna kuning
|
Warna bening
|
Warna biru
|
Warna biru keputihan
|
Warna biru
|
Warna biru keputihan
|
3
|
25oC
|
Warna ungu
|
Warna ungu muda dengan endapan ungu
|
Warna coklat
|
Warna coklat muda
|
Warna biru
|
Warna bening
|
Warna biru
|
Warna biru keputihan
|
4
|
45oC
|
Warna ungu kehitaman
|
Warna bening dengan endapan ungu muda
|
Warna coklat kekuningan
|
Warna bening
|
Warna biru
|
Warna bening
|
Warna biru
|
Warna putih
|
5
|
55oC
|
Warna ungu
|
Warna putih
|
Warna kuning
|
Warna bening
|
Warna biru
|
Warna putih
|
Warna biru
|
Warna putih
|
6
|
60oC
|
Warna putih
|
Warna bening dengan endapan putih
|
Warna putih
|
Warna bening
|
Warna putih
|
Warna bening
|
Warna putih
|
Warna bening dengan endapan putih
|
Tabel 2. Kerja Enzim pada Suhu
Berdasarkan hasil
praktikum kali ini diperoleh pembahasan bahwa pada percobaan pengaruh suhu
terhadap aktivitas enzim, tabung reaksi yang berisi amilum dan enzim amilase
ditempatkan pada suhu yang berbeda-beda. Dilakukan pula uji Iodium dan uji
Benedict pada tabung reaksi seusai perlakuan. Uji Iodium bertujuan
membuktikan adanya polisakarida, dalam hal ini adalah amilum. Identifikasi ini
didasarkan pada pembentukan kompleks adsorpsi berwarna spesifik oleh
polisakarida akibat penambahan iodium. Reaksi amilum dengan Iodium menghasilkan
berwarna biru kehitaman. Uji Benedict bertujuan membuktikan adanya gula reduksi
(monosakarida maupun oligosakarida). Pengujian ini berdasarkan gula
yang mempunyai gugus aldehida atau keton bebas mereduksi ion Cu2+ dalam
suasana alakalis menjadi Cu+ yang mengendap sebagai Cu2O
berwarna merah bata. Reaksi positif ditandai dengan perubahan warna
larutan menjadi hijau kekuningan, dan setelah dilakukan pemanasan terbentuk
endapan berwarna merah bata, kepekatan warna sebanding dengan
kandungan gula pereduksi yang ada (Yazid, 2006 : 34).
Berdasarkan percobaan
yang telah dilakukan, pada percobaan pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim
diperoleh hasil pengamatan bahwa pada pada tabung reaksi berlabel 1 yang diberi
perlakuan ditambahkan es batu agar suhu menjadi 5oC setelah
dilakukan uji Iodium didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru tua dan
diberi notasi +2, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya kandungan polisakarida
yang banyak. Pada tabung reaksi berlabel 2 yang juga diberi perlakuan ditambahkan
es batu agar suhu menjadi 5oC, setelah dilakukan uji Benedict
didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru muda, hal ini menunjukkan bahwa
terdapatnya sedikit kandungan monosakarida maupun oligosakarida. Pada pada
tabung reaksi berlabel 3 dan 4 diberi perlakuan ditempatkan pada suhu ruangan
(25-30oC). Setelah dilakukan uji Iodium pada tabung reaksi berlabel
3, didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru dan diberi notasi +1, hal
ini menunjukkan bahwa terdapatnya sedikit kandungan polisakarida. Pada tabung
reaksi berlabel 4, setelah dilakukan uji Benedict didapatkan perubahan warna
larutan menjadi biru kehijauan, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya banyak
kandungan monosakarida maupun oligosakarida. Pada pada tabung reaksi berlabel 5
dan 6 diberi perlakuan ditempatkan pada suhu air panas 55-60oC.
Setelah dilakukan uji Iodium pada tabung reaksi berlabel 5, didapatkan
perubahan warna larutan menjadi biru sangat tua dan diberi notasi +3, hal ini
menunjukkan bahwa terdapat kandungan polisakarida yang sangat banyak. Pada
tabung reaksi berlabel 6, setelah dilakukan uji Benedict didapatkan perubahan
warna larutan menjadi biru, hal ini menunjukkan bahwa terdapat sangat sedikit
kandungan monosakarida maupun oligosakarida. Sangat disayangkan bahwa pada uji
Benedict yang dilakukan tidak disertai dengan pemanasan sehingga kandungan
monosakarida maupun oligosakarida secara kuantitatif tidak dapat terlihat
dengan jelas. Dari hasil pengamatan didapatkan pembahasan bahwa pada
tabung reaksi yang diberi perlakuan ditempatkan pada suhu 5oC,
mengandung banyak polisakarida dan sedikit monosakarida ataupun
oligosakarida. Hal ini dikarenakan enzim dalam keadaan inaktif sehingga
hanya sedikit terjadi ataupun bahkan tidak terjadi reaksi enzimatis antara
enzim amilase dengan amilum. Pada tabung yang diberi perlakuan ditempatkan
pada suhu ruangan (25-30oC), mengandung sedikit polisakarida dan
sedikit monosakarida ataupun oligosakarida. Hal inidikarenakan terjadi reaksi
hidrolisis amilum (polisakarida) menjadi oligosakarida maupun monosakarida
dengan bantuan enzim amilase. Pada tabung reaksi yang diberi perlakuan
ditempatkan pada suhu air panas (45-60oC) mengandung polisakarida
yang sangat banyak dan kandungan monosakarida maupun oligosakarida yang sangat
sedikit. Hal ini disebabkan karena pada suhu tersebut, struktur protein dalam
enzim mengalami denaturasi dan kehilangan sifat enzimatisnya sehingga reaksi
hidrolisis amilum terjadi sangat sedikit ataupun bahkan tidak terjadi sama
sekali.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil pegamatan yang didapatkan, pada pengujian craker dengan dua perlakuan
yaitu ditumbuk dan dikunyah dengan interval waktu 30 detik, 1 menit, 2 menit, 3
menit, 5 menit dan 10 menit, crackers yang ditumbuk dari interval waktu di atas
menghasilkan warna hitam pekat setelah diteteskan reagen iodin. Sedangkan pada
crackers yang dikunyah ada perbedaan warna pada setiap interval waktu
pengunyahan yaitu menghasilkan warna mulai dari ungu pekat, ungu kehitaman,
ungu muda dan putih tulang.
Pada uji
aktivitas enzim dengan adanya pengaruh suhu yang berbeda, ada 7 perbedaan suhu
yaitu 50C. 150C, 250C, 350C, 450C,
550C dan 600C. Dengan dua perlakuan pada larutan amilum
yaitu disaring dan tidak disaring. Pada suhu 50C masih terdapat
banyak polisakarida dan enzim dalam keadaan inaktif. Pada suhu 250C
dan 350C mengadung sedikit polisakarida dan sedikit monosakarida
ataupun oligosakarida dan sudah terjadi reaksi hidrolisis. Pada suhu 450C
sampai 600C enzim sudah
mengalami denaturasi, sehingga menghasilkan polisakarida yang sangat banyak dan
kandungan monosakarida maupun oligosakarida yang sangat sedikit. Suhu optimal
kerja enzim yaitu 370C-380C.
KATA
KUNCI
Amilase, Amilum, Benedict, Enzim dan
Iodin
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita.
2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utara.
Campbell, NA dan JB.
Reece. 1995. Biologi. Jakarta:
Erlangga.
Guyton, D. C. 1995. Fisiologi Hewan, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.
Kimball, J. W. 1988. Biologi edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Mahardikaningrum,
Sesilia dan Leny Yuanita. 2012. Aktivitas Enzim Amilase Rattus
Norvegicus Pada Diet
Tinggi Serat Pangan. Journal of Chemistry:
Variasi pH dan Lama Perebusan. Vol. 1 No. 1:100-107.
Poedjiadi, Anna. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI.
Yazid. Proses
Pencernaan. Jurnal Kesehatan. Vol. 4.
No. 1. : Halaman 31-44
LAMPIRAN
Gb. 1. Creaker Asin yang telah
diuji
|
Gb. 2. Creaker Manis yang telag
diuji
|
||||||||||
Gb. 3. Kerja Enzim sebelum
direndam pada suhu 5o C
|
Gb. 4. Kerja Enzim setelah
direndam pada suhu 5o C
|
||||||||||
Gb. 5. Kerja Enzim sebelum
direndam pada suhu 15o C
|
Gb. 6. Kerja Enzim setelah
direndam pada suhu 15o C
|
||||||||||
Gb. 7. Kerja Enzim sebelum
direndam pada suhu 25o C
|
Gb. 8. Kerja Enzim
setelah direndam pada suhu 25o C
|
||||||||||
Gb.9. Kerja Enzim sebelum
dipanaskan pada suhu 45o C
|
Gb. 10. Kerja Enzim setelah dipanaskan
pada suhu 45o C
|
||||||||||
Gb. 11. Kerja Enzim sebelum
dipanaskan pada suhu 55o C
|
Gb. 12. Kerja Enzim setelah
dipanaskan pada suhu 55o C
|
||||||||||
Gb. 13. Kerja Enzim sebelum
dipanaskan pada suhu 60o C
|
Gb. 14. Kerja Enzim setelah dipanaskan
pada suhu 60o C
|