Senin, 13 November 2017

laporan praktikum proses pencernaan



PENDAHULUAN
Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi) dalam suatu reaksi kimia. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap (Campbell, 1995 : 55).
Sistem pencernaan pada hewan umumnya sama dengana manusia, yaitu terdiri atas mulut, faring, esophagus, lambung dan usus. Namun demikian struktur alat pencernaan berbeda-beda falam berbagai ejnis hewan, terganbtung pada tinggi rendahnya tingkat orgnaosasi sel hewan tersebut serta jenis makanannya. Pada hewan invertebrata alat pencernaan alat pencernaan makanan umumnya masih sederhana, dilakukan secara fogositosis dan secara intrasel, sedangkan pada hewan vertebrata sudah memiliki alat pencernaan yang sempurna yang dilakukan secara ekstrasel. Bagian-bagian utamanya terdiri dari mulut, hulu kerongkongan, lambung, usus kecil, dan usus besar (Guyton, 1995:85).
Secara umum, dalam mulut makanan dihancurkan secara mekanis oleh gigi dengan jalan dukunyah. Makanan yang dimakan dalam besar di ubah menjadi ukuran lebih kecil. Selama penghancuran selama mekanis berlangsung, kelenjar yang ada di sekitar mulut mengeluarkan cairan yang disebut saliva atau ludah. Ada tiga kelenjar yang mengeluarkan saliva yaitu kelenjar parotid , kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual. Di dalam saliva terdapat enzim saliva yaitu suatu enzim amilase yang berfungsi untuk memecah molekul amilum menjadi maltose dengan proses hidrolisis. Proses ini berjalan lebih baik apabila makanan dikunyah lebih halus. Enzim ptyalin bekerja secara optimal pada Ph 6,6. Selain itu, saliva juga berfungsi untuk membasahi makanan sehingga dapat memepermudah proses manelan makanan (Poedjiadi, 2006:77).
Liur juga mengandung enzim amilase dan lipase. Amilase akan memecah pati dan glikogen menadi maltosa dan oligosakarida, sedangkan enzim lipase liur pada manusia kurang mempunyai peran pada proses pencernaan. Selain mengandung enzim ptialin, air liur juga mengandung senyawa penyangga derajat keasaman (bufer) yang berguna untuk memecah terjadinya penurunan pH agar proses pencernaan dapat berjalan normal (Isnaeni, 2006: 111).
Enzim amilase merupakan salah satu enzim pencernaan yang berasal dari getah pancreas. Enzim amilase juga terdapat di dalam duodenum, namun sumbernya berasal dari pancreas , duodenum merupakan muara dari getah pankreas. Enzim ini berfungsi untuk mendegradasi karbohidrat (pati) menjadi monosakarida dalam proses metabolisme tubuh dan penghasil energy dalam bentu ATP. Penurunan aktivitas enzim pada diet tinggi serat pangan di duga disebabkan karena adanya pengikat (interaksi) oleh serat pangan. Akan tetapi mekanismenya tidak sama seperti halnya inhibitor, di duga serat pangan hanya berinteraksi dengan nzim, sedangkan enzim tersebut tetap aktif, namun aktivitasnya menurun (Mahardikaningrum dan Leny, 2012: 101).
Aktivitas enzim sangat terpengaruh oleh keadaan suhu dan pH tertentu dan aktivitasnya berkurang dalam keadaan di bawah atau di atas titik tersebut. Enzim pepsin pencerna protein bekerja paling efektif pada pH 1-2, sedangkan enzim proteolitik lainnya, tripsin pada pH tersebut pada pH tersebut menjaadi tidak aktif, tetapi sangatbefektif pada pH 8. Di dalam fungsi enzim peranan dari daya yang lemah seperti ikatan hydrogen dan ikatan ion dalam pembentukan struktur tersier, kita dapat mengerti mengapa enzim itu begitu peka terhadap suhu dan pH. Ikatan hidrogen mudah rusak dengan menaikan suhu. Hal ini selanjutnya akan merusak bagian-bagian dari struktur tersier enzim yang esensial untuk mengikat substrat. Perubahan pH, mengubah keadaan ionisasi dari asam amino yang bermuatan (yaitu asam aspartiat). Yang dapat mempunyai peranan penting dalam pengikat substrat dan proses katalitik. Tanpa gugus-COOH dari Glu-35 yang Tidak terion dan gugus COO-  dari ASP-52 yang terion, proses katalitik dari lisozim akan terhenti (Kimball, 1988: 98).
Enzim bekerja pada substrat tertentu, memerlukan suhu tertentu dan keasaman (pH) tertentu pula. Suatu enzim tidak dapat bekerja pada substrat lain. Molekul enzim juga akan rusak oleh suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Demikian pula enzim yang bekerja pada keadaan asam tidak akan bekerja pada suasana basa dan sebaliknya (Almatsier, 2003 :77).
Amilase saliva adalah enzim yang terdapat dalam air ludah. Enzim ini bekerja pada pati dan dekstrin dan mengubahnya menjadi maltose, dengan hasil antara amilo dekstrin, eritrodekstrin, dan aktrodekstrin. Sekitar 1500 air liur di sekresikan per hari. PH saliva saat kelenjar istirahat sedikit lebih rendahn dari 7,0, tetapi selama sekresi aktif, pH nya mencapai 8,0. Air liur mengandung dua enzim pencernaan, yaitu lipase lingual yang disekresikan oleh kelenjar di lidah, dan  saliva, yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar saliva. Saliva juga mengandung musin, yaitu glikoprotein yang  melumasi makanan, mengikat bakteri, dan melindungi mukosa mulut.
Pencernaan makanan secara kimiawi terjadi dengan bantuan zat kimia tertentu. Enzim pencernaan merupakan zat kimia yang berfungsi memecahkan molekul bahan makanan yang kompleks dan besar menjadi molekul yang lebih sederhana dan kecil. Molekul yang sederhana ini memungkinkan darah dan carian getah bening (limfe) mengangkut ke seluruh sel yang membutuhkan.
             Proses pencernaan sangat terkait dengan kerja enzim-enzim pencernaan, aktivitas enzim sangat terpengaruh oleh keadaan suhu dan pH tertentu dan aktivitasnya berkurang dalam keadaan dibawah atau diatas titik tersebut. Enzim pepsin pencerna protein bekerja paling efektif pada pH 1-2, sedangkan enzim proteolitik lainnya, tripsin, pada pH tersebut menjadi tidak aktif, tetapi sangat aktif pada pH 8. Oleh karena itu pada praktikum ini kita akan mengetahui bagaimana cara kerja enzim pada proses pencernaan di dalam mulut dan bagaimana pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim.
TUJUAN
            Mengetahui kerja enzim-enzim pada proses pencernaan di dalam perut.
METODE
Pada hari Rabu tanggal 02 Oktober pukul 10:00 sampai dengan 12:00 telah dilaksanakan Praktikum Fisiologi Hewan “Proses Pencernaan” yang bertempat di Laboratorium Pendidikan Biologi Dasar lantai 3 Kampus I UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu 4 buah tabung reaksi, 1 rakta bung reaksi, 1 buah pencapittabung reaksi, 1 buah gelas kimia, 2 buah pipet, 1 buah gelas ukur, 1 buah kawat kasa, 1 buah kaki tiga, 1 buah bunsen, mortar dan alu porselin, corong, batang pengaaduk kaca  dan 1 buah pelat tetes.
Sedangkan untuk bahan yang digunakan yaitu 42 buah label, kue cracker asin dan manis, 2 sendok gula, 3  sendok maizena, kertas saring, 144 tetes iodin, 8 tetes benedict, 40 tetes saliva dan 1 gelas air.
Untuk kegiatan pertama, larutkan gula dalam air sampai larut. Tambahkan 3 sendok maizena sampai rata. Saringlah larutan dengan kertas saring. Tetesi air yang sudah disaring dan yang belum disaring masing-masing dengan lugol 5 tetes. Amati perubahan warna yang terjadi.
Untuk kegiatan kedua, ambil kue crecker, sebagian di kunyah san sebagian lagi ditumbuk. Simpanlah hasil kunyahan dan hasi; tumbukkan pada tatakan batu dan beri label sesuai waktu mengunyah dan waktu tumbukkan berlangsung. Tetesi masing-masing bahan dengan lugol. Masing-masing 5 tetes.amati perubahan warna yang terjadi.
HASIL PENGAMATAN

No.
Waktu
Uji
Reaksi
Keterangan
1
30 detik
Dikunyah
Hitam
Crecker Asin
2
1 menit
Dikunyah
Coklat kehitaman
Crecker Asin
3
2 menit
Dikunyah
Coklat kehitaman
Crecker Asin
4
3 menit
Dikunyah
Coklat kehitaman
Crecker Asin
5
5 menit
Dikunyah
Coklat kehitaman
Crecker Asin
6
10 menit
Dikunyah
Coklat kehitaman
Crecker Asin
7
30 detik
Ditumbuk
Hitam
Crecker Asin
8
1 menit
Ditumbuk
Hitam
Crecker Asin
9
2 menit
Ditumbuk
Hitam
Crecker Asin
10
3 menit
Ditumbuk
Hitam
Crecker Asin
11
5 menit
Ditumbuk
Hitam
Crecker Asin
12
10 menit
Ditumbuk
Hitam
Crecker Asin
13
30 detik
Dikunyah
Coklat kehitaman
Crecker Manis
14
1 menit
Dikunyah
Coklat kehitaman
Crecker Manis
15
2 menit
Dikunyah
Coklat kehitaman
Crecker Manis
16
3 menit
Dikunyah
Coklat kehitaman
Crecker Manis
17
5 menit
Dikunyah
Coklat kehitaman
Crecker Manis
18
10 menit
Dikunyah
Coklat kehitaman
Crecker Manis
19
30 detik
Ditumbuk
Hitam
Crecker Manis
20
1 menit
Ditumbuk
Hitam
Crecker Manis
21
2 menit
Ditumbuk
Hitam
Crecker Manis
22
3 menit
Ditumbuk
Hitam
Crecker Manis
23
5 menit
Ditumbuk
Hitam
Crecker Manis
24
10 menit
Ditumbuk
Hitam
Crecker Manis
Tabel 1. Kerja Enzim pada Proses Pencernaan di Mulut
Pada praktikum kali ini  yang dilakukan yaitu dengan menggunakan cracker yang ditumbuk dan yang dikunyah, keduanya di tetesi iodin, pada crackers yang ditumbuk disimpan di dalam pelat tetes selama 30 menit, hasilnya menghasilkan warna hitam pekat karena tidak ada enzim di dalamnya. Pada crekers yang dikunyah menggunakan interval waktu 30 detik, 1 menit, 2 menit, 3 menit, 5 menit, dan 10 menit, mengalami perubahan warna dan intensitas yang berbeda-beda, dimulai ungu pekat, ungu kehitaman, ungu, dikarenakan enzim amilase yang bekerja di mulut, terjadi perubahan warna tiap waktu yang ditentukan. Pada mulut juga terjadi prosespemecahan karbohidrat menjadi glukosa yang di bantu oleh enzim amilase.Berdasarkan literatur, enzim ptialin dalam saliva merupakan suatu enzim amilase yang berfungsi memecah molekul amilum menjadi maltosa dengan proses hidrolisis, dan proses ini akan berjalan lebih baik jika makanan dikunyah lebih halus (Poedjiadi, Anna: 1994).Untuk pengunyahan dengan interval waktu mulai dari 30 detik, 1 menit dan 2 menit warna yang terbentuk adalah dari ungu pekat sampai ungu muda. Hal ini dikarenakan cracker hanya berada sebentar sekali didalam mulut sehingga penguraian amilum menjadi disakarida juga sedikit (Goenarso, Darmadi: 2005).
Sedangkan untuk pengunyahan dengan interval waktu 3 menit, 5 menit dan 10 menit menunjukan perubahan warna yang relatif sama, yaitu putih tulang. Hal tersebut terjadi disebabkan karena pada menit-menit tersebut larutan iod dan enzim amilase bereaksi, sehingga terjadi perubahan warna pada cracker yang di kunyah dan amilase merubah atau menghidrolisis pati atau amilum menjadi bentuk karbohidrat lebih sederhana, yaitu dekstrin, dan apabila berada dimulut cukup lama maka sebagian akan diubah menjadi disakarida maltosa. (Almatsier, Sunita: 2009).



No.
Suhu
5 ml Larutan Amilum + Iodin tidak disaring
5 ml Larutan Amilum + Iodin disaring
5 ml Larutan Amilum + Benedict disaring
5 ml Larutan Amilum + Benedict tidak disaring
Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
1
5oC
Warna ungu kehitaman
Warna menjadi bening
Warna ungu muda
Warna putih
Warna biru muda
Warna menjadi bening
Warna biru muda
Warna putih
2
15oC
Warna ungu tua
Warna bening dengan endapan ungu
Warna kuning
Warna bening
Warna biru
Warna biru keputihan
Warna biru
Warna biru keputihan
3
25oC
Warna ungu
Warna ungu muda dengan endapan ungu
Warna coklat
Warna coklat muda
Warna biru
Warna bening
Warna biru
Warna biru keputihan
4
45oC
Warna ungu kehitaman
Warna bening dengan endapan ungu muda
Warna coklat kekuningan
Warna bening
Warna biru
Warna bening
Warna biru
Warna putih
5
55oC
Warna ungu
Warna putih
Warna kuning
Warna bening
Warna biru
Warna putih
Warna biru
Warna putih
6
60oC
Warna putih
Warna bening dengan endapan putih
Warna putih
Warna bening
Warna putih
Warna bening
Warna putih
Warna bening dengan endapan putih
Tabel 2. Kerja Enzim pada Suhu

Berdasarkan hasil praktikum kali ini diperoleh pembahasan bahwa pada percobaan pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim, tabung reaksi yang berisi amilum dan enzim amilase ditempatkan pada suhu yang berbeda-beda. Dilakukan pula uji Iodium dan uji Benedict pada tabung reaksi seusai perlakuan. Uji Iodium bertujuan membuktikan adanya polisakarida, dalam hal ini adalah amilum. Identifikasi ini didasarkan pada pembentukan kompleks adsorpsi berwarna spesifik oleh polisakarida akibat penambahan iodium. Reaksi amilum dengan Iodium menghasilkan berwarna biru kehitaman. Uji Benedict bertujuan membuktikan adanya gula reduksi (monosakarida maupun oligosakarida). Pengujian ini berdasarkan  gula yang mempunyai gugus aldehida atau keton bebas mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alakalis menjadi Cu+ yang mengendap sebagai Cu2O berwarna merah bata. Reaksi positif ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi hijau kekuningan, dan setelah dilakukan pemanasan terbentuk endapan berwarna merah bata, kepekatan warna sebanding dengan kandungan gula pereduksi yang ada (Yazid, 2006 : 34).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, pada percobaan pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim diperoleh hasil pengamatan bahwa pada pada tabung reaksi berlabel 1 yang diberi perlakuan ditambahkan es batu agar suhu menjadi 5oC setelah dilakukan uji Iodium didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru tua dan diberi notasi +2, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya kandungan polisakarida yang banyak. Pada tabung reaksi berlabel 2 yang juga diberi perlakuan ditambahkan es batu agar suhu menjadi 5oC, setelah dilakukan uji Benedict didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru muda, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya sedikit kandungan monosakarida maupun oligosakarida. Pada pada tabung reaksi berlabel 3 dan 4 diberi perlakuan ditempatkan pada suhu ruangan (25-30oC). Setelah dilakukan uji Iodium pada tabung reaksi berlabel 3, didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru dan diberi notasi +1, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya sedikit kandungan polisakarida. Pada tabung reaksi berlabel 4, setelah dilakukan uji Benedict didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru kehijauan, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya banyak kandungan monosakarida maupun oligosakarida. Pada pada tabung reaksi berlabel 5 dan 6 diberi perlakuan ditempatkan pada suhu air panas 55-60oC. Setelah dilakukan uji Iodium pada tabung reaksi berlabel 5, didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru sangat tua dan diberi notasi +3, hal ini menunjukkan bahwa terdapat kandungan polisakarida yang sangat banyak. Pada tabung reaksi berlabel 6, setelah dilakukan uji Benedict didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru, hal ini menunjukkan bahwa terdapat sangat sedikit kandungan monosakarida maupun oligosakarida. Sangat disayangkan bahwa pada uji Benedict yang dilakukan tidak disertai dengan pemanasan sehingga kandungan monosakarida maupun oligosakarida secara kuantitatif tidak dapat terlihat dengan jelas. Dari hasil pengamatan didapatkan pembahasan bahwa pada tabung reaksi yang diberi perlakuan ditempatkan pada suhu 5oC, mengandung banyak polisakarida dan sedikit monosakarida ataupun oligosakarida. Hal ini dikarenakan enzim dalam keadaan inaktif sehingga hanya sedikit terjadi ataupun bahkan tidak terjadi reaksi enzimatis antara enzim amilase dengan amilum. Pada tabung yang diberi perlakuan ditempatkan pada suhu ruangan (25-30oC), mengandung sedikit polisakarida dan sedikit monosakarida ataupun oligosakarida. Hal inidikarenakan terjadi reaksi hidrolisis amilum (polisakarida) menjadi oligosakarida maupun monosakarida dengan bantuan enzim amilase. Pada tabung reaksi yang diberi perlakuan ditempatkan pada suhu air panas (45-60oC) mengandung polisakarida yang sangat banyak dan kandungan monosakarida maupun oligosakarida yang sangat sedikit. Hal ini disebabkan karena pada suhu tersebut, struktur protein dalam enzim mengalami denaturasi dan kehilangan sifat enzimatisnya sehingga reaksi hidrolisis amilum terjadi sangat sedikit ataupun bahkan tidak terjadi sama sekali.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pegamatan yang didapatkan, pada pengujian craker dengan dua perlakuan yaitu ditumbuk dan dikunyah dengan interval waktu 30 detik, 1 menit, 2 menit, 3 menit, 5 menit dan 10 menit, crackers yang ditumbuk dari interval waktu di atas menghasilkan warna hitam pekat setelah diteteskan reagen iodin. Sedangkan pada crackers yang dikunyah ada perbedaan warna pada setiap interval waktu pengunyahan yaitu menghasilkan warna mulai dari ungu pekat, ungu kehitaman, ungu muda dan putih tulang.
Pada uji aktivitas enzim dengan adanya pengaruh suhu yang berbeda, ada 7 perbedaan suhu yaitu 50C. 150C, 250C, 350C, 450C, 550C dan 600C. Dengan dua perlakuan pada larutan amilum yaitu disaring dan tidak disaring. Pada suhu 50C masih terdapat banyak polisakarida dan enzim dalam keadaan inaktif. Pada suhu 250C dan 350C mengadung sedikit polisakarida dan sedikit monosakarida ataupun oligosakarida dan sudah terjadi reaksi hidrolisis. Pada suhu 450C sampai  600C enzim sudah mengalami denaturasi, sehingga menghasilkan polisakarida yang sangat banyak dan kandungan monosakarida maupun oligosakarida yang sangat sedikit. Suhu optimal kerja enzim yaitu 370C-380C.
KATA KUNCI
Amilase, Amilum, Benedict, Enzim dan Iodin
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utara.
Campbell, NA dan JB. Reece. 1995. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Guyton, D. C. 1995. Fisiologi Hewan, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.
Kimball, J. W. 1988. Biologi edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Mahardikaningrum, Sesilia dan Leny Yuanita. 2012. Aktivitas Enzim Amilase Rattus
Norvegicus Pada Diet Tinggi Serat Pangan. Journal of Chemistry: Variasi pH dan Lama Perebusan. Vol. 1 No. 1:100-107.
Poedjiadi, Anna. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI.
Yazid. Proses Pencernaan. Jurnal Kesehatan. Vol. 4. No. 1. : Halaman 31-44




LAMPIRAN

 







Gb. 1. Creaker Asin yang telah diuji






Gb. 2. Creaker Manis yang telag diuji






Gb. 3. Kerja Enzim sebelum direndam pada suhu 5o C






Gb. 4. Kerja Enzim setelah direndam pada suhu 5o C





Gb. 5. Kerja Enzim sebelum direndam pada suhu 15o C






Gb. 6. Kerja Enzim setelah direndam pada suhu 15o C







Gb. 7. Kerja Enzim sebelum direndam pada suhu 25o C





Gb. 8. Kerja Enzim setelah direndam pada suhu 25o C





Gb.9. Kerja Enzim sebelum dipanaskan pada suhu 45o C






Gb. 10. Kerja Enzim setelah dipanaskan pada suhu 45o C





Gb. 11. Kerja Enzim sebelum dipanaskan pada suhu 55o C

 





Gb. 12. Kerja Enzim setelah dipanaskan pada suhu 55o C





Gb. 13. Kerja Enzim sebelum dipanaskan pada suhu 60o C





Gb. 14. Kerja Enzim setelah dipanaskan pada suhu 60o C